Saturday, January 17, 2009

Visi Pemimpin & Peran Planner

Perkembangan kota bahkan negara tak terlepas dari Visi, kapasitas dan konsistensi Pemimpin kota atau negara ybs, tentu saja.

Dalam mengembangkan dan mengurai visinya biasanya Pemimpin dibantu konsultan/ perencana yang mumpuni dan selaras visinya.

Ambil contoh Jakarta setelah Indonesia merdeka. Kawasan intinya sangat dipengaruhi oleh visi Bung Karno yang menentukan desain kawasan Monas sampai Senayan. Beliau didukung oleh perencana/ seniman seperti Hank Ngantung, Silaban, dan lainnya. Jejak mereka sangat kentara, baik pada landskap, pola jalan utama (juga jembatan Semanggi), maupun gedung-gedung (masjid Istiqlal, BI, HI, gelora Senayan, DPR/MPR, dll), juga elemen-elemen patung (Tugu Monas, Selamat Datang, Pembebasan, dst). Semuanya monumental, sesuai visi dan semangat revolusi ketika itu.

Pembangunan Jakarta kemudian dilanjutkan pada kepemimpinan Ali Sadikin yang membangun prasarana utama kota (jaringan jalan, air bersih), pusat-pusat pedagangan dan pelayanan (Blok M, Jatinegara, Senin) dimasing-masing ada terminal, pasar, pertokoan, sarana olah raga dan hiburan. Dibangun pula kawasan-kawasan baru perumahan, industri, pariwisata (Ancol).
Bang Ali tak hanya membangun fisik dan bertujuan ekonomi semata. Dia mendorong pembangunan sarana-saran budaya seperti TIM, beberapa gelanggang remaja, pusat hiburan dan lainnya.
Dalam mengelaborasi visinya Bang Ali didukung oleh tim Tata Kota nya, serta developer seperti Ciputra di bawah Perusda Pembangunan Jaya.

Di negara tetangga Lee Kuan Yew membangun Singapura dari "gardu menjadi negeri kelas satu."
Tahun 1963 Singapura bergabung dengan Malaysia sebagai negara bagian. Tapi ada gerakan ekstrem dalam partai UMNO yang menghendaki Federasi Malaysia hanya bagi suku Melayu. Singapura yang 75,4 persen warganya etnis Cina harus berpisah, dan menyatakan merdeka 9 Agustus 1965"

Di awal proses pembangunan Singapura, Lee Kuan Yew bertemu Dr. Albert Winsemius, perencana ekonomi UNDP asal Belanda. Lee minta saran dalam mengawali industrialisasi negerinya. Ada dua syarat yang diajukan Dr. Winsemius: menghapus komunisme, dan jangan mengusik patung Raffles.

Patung Raffles dianggap simbol diterimanya warisan Inggris, dan itu berdampak positif. Bersambung.[Risfan Munir]

No comments: