Tuesday, January 20, 2009

Opsi Stimulus Fiskal

Jeda sebentar dari bahasan kisah sukses China, kita bicara soal stimulus fiskal. Setelah krisis keuangan global ini, banyak yang bicara tentang perlunya stimulus, untuk mendobrak kebuntuan pengeluaran karena dalam krisis semua pihak memilih sikap berjaga-jaga. Keynesian yang mendorong intervensi pemerintah mulai disebut lagi.

Tapi ini perlu dilakukan secara selektif, tepat sasaran. Karena stimulus fiskal, yang biasanya dari sumber pinjaman/utang. Ini bisa membebani masa depan kalau hasilnya tidak memicu pendapatan nasional.

Opsi pertama, insentif keringanan pajak atau peningkatan belanja barang publik. Yang disebut terakhir lebih baik karena keringanan pajak hanya dinikmati orang kaya, tapi efeknya ke belanja mereka tak besar. Karena usaha besar dan orang kaya pola belanjanya tak begitu terpengah keringanan pajak. Sementara dengan stimulus untuk pembangunan prasarana efeknya secara langsung menciptakan lapangan kerja lapisan bawah, memberikan proyek bagi swasta kontraktor, tentu meningkatkan daya beli rakyat. Selanjutnya belanja rakyat meningkat atau pulih, dan sektor produksi bergerak lagi.

Terkait itu, Senin, 19-1-2009, kolom ekonomi Kompas menampilkan kolom "Opsi Kebijakan dan Prioritas Stimmulus", yang ditulis M Ikhsan Mojo dari Universital Airlangga. Intinya dia memperingatkan agar stimulus itu betul-betul tepat sasaran, tidak menguntungkan kelompok yang sudah enak saja. Sebaliknya, agar menimbulkan efek berganda bagi penciptaan lapangan kerja dan mendorong gerak sektor swasta.

Tiga sektor yang disarankan untuk diprioritaskan, yaitu: energi, pangan dan prasarana. Energi diprioritaskan karena kondisi kelangkaan energi (listrik) sudah mengganggu produksi secara nasional, dan mengganggu produktivitas dan kenyamanan masyarakat.

Pangan dan pertanian pada umumnya, karena ketahanan dan swasembada pangan harus dipulihkan lagi. Sarana dan faktor produksi: benih, pupuk, aliran air, angkutan, sistem pengolahan agro-industri dan sistem pemasarannya. Saat ini distribusi pupuk saja tersendat-sendat terus.

Ketiga, sistem prasarana seperti: jaringan jalan, sistem irigasi, telekomunikasi, pelabuhan.

Dalam sistem ekonomi sekarang, meskipun namanya stimulus ekonomi tidak berarti semuanya dari investasi pemerintah. Lebih tepat kalau insentif itu untuk mendongkrak (leverage) kegiatan sektor swasta dan masyarakat.

Saran saya, jangan sektor formal atau besar saja yang mendapat insentif. Mengingat 95 persen lebih usaha dan tenaga kerja di UMKM dan sektor informal, mereka juga harus menjadi prioritas. Pola pikir akan terjadinya trickle-down effect tidak bisa diterapkan lagi. Terakhir, bantuan model BLT juga penting, tapi itu tidak memberi "kail", lebih baik membantu usaha mikro dengan memberikan kemudahan memperoleh input, faktor produksi dan menghubungkannya dengan pasar, atau usaha besar yang menyerap produk mereka.

Pemerintah daerah juga harus mendukung dengan memberi kemudahan, membantu pembebasan lahan, menghilangkan berbagai pungutan resmi dan liar.[Risfan Munir]

No comments: