Saat ini terjadi kegalauan di kalangan perencana, karena banyaknya gejala pembangunan fisik di perkotaan kok 'melanggar' aturan rencana tata ruang. Ini memerlukan pemikiran yang lebih jeli soal penerapan rencana tersebut.
Penataan Ruang selama ini lebih banyak dilihat dari aspek Perencanaannya saja, sementara Penataan Ruang sesuai UUPR menyangkut aspek "perencanaan - pelaksanaan/pemanfaatan - pengendalian," yang hakikatnya merupakan siklus proses MANAJEMEN PENATAAN RUANG, sebagai bagian dari manajemen pelayanan publik.
Bicara Manajemen, khususnya manajemen mutu, biasanya kita gunakan siklus "plan-do-check-action (PDCA)" secara berkelanjutan, dalam rangka continuous process improvement. Dalam bahasa UUPR identik dengan "perencanaan - pemanfaatan - pengendalian."
Dari berbagai diskusi dapat saya simpulkan ada beberapa tantangan dan agenda Manajemen Penataan Ruang yang memerlukan respons, antara lain di bawah ini.
ASPEK PERENCANAAN (plan):
Tantangan:
- Bagaimana menuntaskan perangkat rencana, berbagai jenis rencana: panduan, standar teknis, standar land-use, prosedur, kaitannya dengan rencana sektor dan lainnya,
- Kajian bagaimana merencana "tata ruang dinamis", di tengah perubahan multi-dimensi yang unpredictable ini. Bagaimana menggunakan skenario? Kalau toh ada review, apa syarat dan prosedurnya?
- Bagaimana prosedur perencanaan yang lebih partisipatif, melibatkan stakeholders?
- Bagaimana dengan pelatihan bagi perencana dilakukan bagi aparat, konsultan dan lainnya? Seperti kerja sama IAP dan DJPR. Bagaimana agar merata, bagaimana standarisasi mutunya?
Dan, seterusnya.
ASPEK PEMANFAATAN (do):
Tantangan:
- Bagaimana agar semua jenis rencana yang menurut regulasi harus ada bisa tersusun di semua daerah, kawasan, zona?
- Bagaimana rencana didiseminasi, diketahui dan difahami oleh warga bersangkutan, ada jajaran SKPD terkait, LSM, media massa?
- Apa instrumen "pelaksanaan" yang diterapkan - kombinasi atau salah satu dari: law enforcement, gov't investment (eminent domain), insentif/disinsentif, sesuai UUPR?
- Bagaimana agar "pressure" dari masyarakat dan media, legislatif dimanfaatkan untuk mendorong pelaksanaan RTR
- Menciptakan dan menginventarisasi contoh atau best practices dalam penerapan instrumen2 tersebut dari barbagai daerah dan kasus. Kalau diteliti tentu banyak kisah sukses pelaksanaan penataan ruang "kawasan konflik kepentingan", "kawasan super padat", "penataan kampung tengah/pinggir kota", "penataan commercial strip", pendekatan partisipatif, melibatkan swasta, kerja sama antar instansi, dst.
- Diseminasi best practice tsb melalui workshop pertukaran pengalaman antar daerah,
Dan seterusnya,
ASPEK PENGENDALIAN (check, action):
Tantangan:
- Bagaimana memantau pelaksanaan dan pertumbuhan spontan yang terjadi di lapangan. Adakah pernah disusun prosedur pemantauan (inspeksi)? Yang melibatkan warga?
Adakah forum, pertemuan periodik membahas fenomena penataan ruang dan pertumbuhan fisik, risiko-risiko atau trend yang mengkhawatirkan?
- Bagaimana mendorong partisipasi masyarakat, media massa, legislatif agar aktif memantau pelaksanaan RTR,
- Lalu, apa action nya? Adakah strategi dan SOP seperti melakukan shock teraphy dan sejenisnya, SOP bagi aparat dan warga yang ditunjuk dalam melakukan sidak dan penindakan, Dan, lainnya
FEED-BACK:
Bagaimana agar proses Plan - Do - Check - Action (PDCA) itu dilakukan terus secara cyclical. Sehingga dalam praktek manajemen penataan ruang sehingga selalu dianggarkan pelaksanaannya, dst.
AGENDA:
Berbagai tantangan tersebut harus direspons dengan Agenda atau tindakan:
- Penyusunan agenda tindakan yang terencana dengan: rincian kegiatan, input, output dan outcome nya?
- Karena "pelaksana" tata ruang sebagian besar bukanlah instansi tata ruang, maka bagaimana menggalang saling pengertian dan dukungan antar sektor, antar instansi?
- Urusan penataan ruang termasuk "urusan wajib" pemerintah daerah, jadi bagaimana menagih pelaksanaan urusan wajib itu?
- Sebaliknya, kita tahu bagaimana sih kekuatan SKPD tiap daerah? Ada yang sub-dinas, ada yang sub-subdinas dengan personil 2-3 orang saja kompeten dalam penataan ruang. Jadi bagaimana membekali Pemda dengan perangkat bagi capacity building aparat (dan stakeholders) penataan ruang. Dan, seterusnya.
Sekali lagi, yang penting adalah membiasakan untuk melihat penataan ruang bukan cuma aspek Perencanaan nya saja, tapi sebagai bagian dari Manajemen Pelayanan Publik, khususnya urusan penataan ruang. [Risfan Munir]
HUMAN-CENTERED DESIGN THINKING #1
4 years ago
No comments:
Post a Comment