Sunday, February 22, 2009

Perencanaan Wilayah Perbatasan (2)

Memang wilayah perbatasan banyak ragamnya. Dari perbandingan kemakmuran misalnya: pada perbatasan dengan Singapore, Malaysia, Brunei umumnya wilayah perbatasan kita penduduknya lebih miskin dibanding seberangnya. Tapi wilayah perbatasan dengan PNG, Timor Leste nampaknya di wilayah itu penduduk kita kondisi ekonominya lebih baik.Berpikir mengenai wilayah perbatasan (bukan wilayah tertinggal) mungkin ada baiknya melihatnya juga dalam konteks "regional" ASEAN dan West Pacific. Dimana posisi wilayah-wilayah perbatasan kita dalam konteks kerjasama antar negara/bangsa dalam region tersebut.

Apa yang bisa dimanfaatkan dalam situasi dan kondisi region itu bagi "wilayah-wilayah perbatasan" kita.Dalam kasus wilayah perbatasan dengan Malaysia dan Brunei, wilayah kita kaya akan SDA yang masih perawan, jumlah penduduk sedikit. Sementara ini pemerintah kita menelantarkannya, dan hanya menaruh perhatian kalau ada kasus-kasus saja.

Kenapa pemerintah menaruh prioritas rendah, mungkin karena terhadap pusat Orde-1 Jakarta, wilayah perbatasan itu hirarkhinya "di ujung kelingking kaki". Padahal kalau kita berfikir geo1konomi, geo-politik antar negara di ASEN, West Pacific posisinya terdepan.Mengapa Menteri Malaysia peduli? Tentu karena pertimbangan kerjasama regional. Ada keuntungan yang diperoleh secara ekonomi, misalnya banyaknya pengusaha HPH terkait dengan Malaysia. Tetapi ada alasan lain seperti potensi "gangguan keamanan" misalnya.

Menurut saya, sekali lagi, dengan mempertimbangkan potensi SDA, daya tarik bagi tetangga, serta kondisi ketidak-mampuan pembiayaan dari pemerintah untuk membangun prasarana. Alternatif yang layak dipertimbangkan ialah mengundang investor dengan memberi konsesi seluas-luasnya (dalam koridor hukum dan kelayakan) untuk mengembangkan kawasan-kawasan yang layak dan potensial di wilayah perbatasan dengan Malaysia dan Brunei, dengan kewajiban membangun prasarana, khususnya transportasi.

Sekali lagi, wilayah perbatasan adalah "beranda depan" dalam konteks kerjasama/persainga n antar bangsa di region ASEAN dan West Pacific.

Dalam kamus perencanaan kita sebaiknya dimuat juga IMT-GT, BIMP-EAGA, dst. Karena bagi warga wilayah perbatasan, mungkin pusat pelayanan kota Utama/ Orde-1 bukanlah Jakarta. TKI asal pulau Jawa, Madura, NTB, NTT saja kalau ber"urbanisasi" ke Kuala Lumpur, Jahor, Singapore. Warga perbatasan, apalagi.Mungkin akan bermanfaat kalau kunjungan Manteri Malaysia itu ditindak-lanjuti dengan kerja sama antar Sekolah Perencanaan, asosiasi profesi perencana (IAP) se ASEAN, West Pacific yang berbatasan, untuk tukan pandang, tukar konsep tentang pengembangan wilayah perbatasan.[Risfan Munir]

No comments: