Thursday, February 12, 2009

Kawasan Ekonomi Khusus (Free Trade Zone)

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), atau perpaduan Free Trade Zone (FTZ) dan Export Processing Zone, yang diusulkan oleh pemerintah dalam rangka mengundang investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rupaya banyak diminati daerah.

Meskipun masih berupa RUU tapi daerah yang mengajukan sudah banyak. Entah apa yang sesungguhnya membuat mereka begitu berminat, mungkin pertimbanan oportunis saja untuk memanfaatkan peluang apapun. Kalau alasan rasional, wajarnya menyangku: (1) peluang mengundang investor terutama dari luar (FDI) untuk mendaya gunakan sumber daya setempat; (2) untuk membuka pintu gerbang bagi ekspor produksi daerah; dan lainnya.

Sebagaimana diberitakan Harian Kompas, fasilitas dan insentif fiskal itu di antaranya fasilitas pajak penghasilan, tambahan fasilitas pajak penghasilan sesuai karakteristik zona, fasilitas pajak bumi dan bangunan, tidak dipungut PPN dan PPnBM, bebas PPh impor, dan sejumlah kemudahan fiskal lainnya. Sedangkan untuk insentif non-fiskal di antaranya pengurusan pertanahan, pengurusan ijin usaha, keimigrasian, dan sejumlah kemudahan lainnya.

Berita yang sama juga menyebutkan Sekretaris Tim Nasional Pelaksana KEK Indonesia Bambang Susantono mengatakan, dari 18 yang mengajukan, 15 provinsi yang siap untuk diproses adalah Sumatera Utara,Riau, Jambi, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Papua Barat.

Semoga daerah yang mengajukan minat cukup menyadari, bisa dan punya kemampuan serta potensi dalam memanfaatkannya. Ini mengingat bahwa KEK membebaskan dan memberikan keringanan kepada investornya dalam hal pajak dan retribusi, kemudahan-kemudahan urusan. Karena kalau tidak pandai memanfaatkan kehadiran investor untuk tujuan yang lebih luas dari sekedar menarik retribusi, maka daerah justru akan "tekor." Bukan untung tapi malah buntung.

Keutungan yang bisa diharapkan antara lain, dengan aktivitas investor dan pekerjanya, maka akan banyak kegiatan ekonomi lokal yang sifatnya jasa pelayanan, restoran, hotel, jasa medis, pedagang dan kegiatan ikutannya akan ikut menikmati. Kalau berhasil menjadi gerbang bagi ekspor produk daerah, maka multiplier effects dari ekonomi ekspor itu akan membesar. Menyerap angkatan kerja setempat dan kabupaten/kota sekitar. Bagaimana memperoleh keuntungan dan manfaat ini harus diperhitungkan betul, bukan hanya mengandalkan asumsi atau kepentingan membangun prasarananya saja.

Harus diperhitungkan pula biaya pembangunan kawasan tersebut. Sumber dananya darimana, pembebanannya (pembayaran cicilan hutang dan bunganya) ke masa depan bagaimana?

Sebuah opini yang ditulis oleh Edy Burmansyah pada harian Kompas (10-2-2009), mengingatkan kita akan beberapa kerugian dan risiko terkait pengembangan KEK, yaitu antara lain: (1) pembangunan infrastuktur KEK membutuhkan investasi yang besar, yang kalau tidak hati-hati akan menjerumuskan daerah dalam hutang. (2) pembangunan KEK di sejumlah daerah seperti membuka pintu bagi penyelundupan. Pernah insentif fasilitas dimanfaatkan untuk mengganti label produk tekstil China menjadi seolah dibuat di Indonesia lalu diekspor ke USA. Akibatnya, kuota ekspor Indonesia terambil. Ini adalah sebagian dari risiko yang harus dihadapi.

Pada saat posting ini ditulis RUU tentang KEK belum disetujui oleh DPR, dan sebagaimana diketahui pada saat ini siding-sidang DPR sudah banyak tidak quorum-nya, karena mereka sudah mulai menyiapkan kampanye untuk Pemilihan Umum di bulan April 2009. [Risfan Munir]

No comments: