Saturday, July 11, 2009

TR: Tata Ruang sebagai Frame Berita

Dalam focused group discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Ditjen Penataan Ruang dengan kalangan jurnalis beberapa waktu yang lalu, Uni Lubis dari ANTV mengungkapkan bahwa tata ruang memiliki segala yang diperlukan untuk menulis atau membuat berita. Salah satunya ialah elemen "konflik" yang umumnya terjadi dalam fenomena tata ruang.

Dr. Soraya Afif, dosen antropologi UI, menjelaskan bahwa penataan ruang bisa diartikan pula sebagai penataan kepentingan. Ini terkait banyaknya kasus konflik antar kepentingan dalam penataan ruang. Dia mengilustrasikan konflik yang sering terjadi antara otoritas kehutanan, pertambangan dan pemerintah daerah - yang akhirnya menyulitkan terciptanya tata ruang wilayah yang mendukung kelestarian alam.

Menurut Uni Lubis selanjutnya, untuk menjadikan tata ruang sebagai fokus perhatian media dan masyarakat diperlukan strategi media, a.l.: menjadikan tata ruang sebagai FRAME, bingkai (saya tangkap sebagai cara pandang).

Selama ini sebetulnya jurnalis/media telah banyak memberitakan, mewacanakan tentang fenomena tata ruang, tanpa menyadari atau mengungkap bahwa itu adalah "tata ruang". Misalnya soal konflik operasi HPH vs kawasan lindung, pertambangan vs taman nasional, penggusuran PKL, pengembangan wilayah, ketimpangan kemakmuran antar daerah, pasar modern vs tradisional, dst. Semua peristiwa itu diberitakan tanpa dikaitkan, apalagi dibingkai sebagai masalah tata ruang atau penataan ruang.

Sudah saatnya dijalin komunikasi antara insan penataan ruang dengan para jusnalis media cetak dan elektronik, sehingga antara keduanya terjadi pemahaman timbal balik. Para insan penataan ruang tahu apa yang menarik bagi jusnalis. Sebaliknya para jurnalis menjadi tahu apa urgensi aspek tata ruang bagi kehidupan masyarakat, bahwa tata ruang bukan hanya soal pelanggaran IMB, ruang terbuka hijau, penggusuran pedagang kaki lima, dst.
Hampir semua proses interaksi sosial, ekonomi, budaya dengan lingkungan (fisik) hidupnya, adalah peristiwa tata ruang.[Risfan Munir, Jakarta - Jogja]

No comments: