Wednesday, January 03, 2007

Mendorong Pemda Berjiwa Bisnis

Ada buku menarik yang ditulis Sussongko Suhardjo, Pembangunan Daerah: Mendorong Pemda Berjiwa Bisnis, Penerbit PantaRei, Jakarta , 2006.

Buku ini bermaksud menyadarkan para kepala daerah akan penting nya memikirkan dan mengembangkan daerahnya sebagai layaknya pengusaha. Bervisi bisnis.

Ini didorong kesadaran akan realita keterbatasan sumber daya: tantangan globalisasi, tantangan dana yang terbatas, sumber daya alam yang kian terkuras, sementara SDM yang potensial sifatnya mobile atau mudah migrasi ke daerah yang lebih memberi peluang. Sehingga mau tak mau Pemda harus mengembangkan competitive advantages dari pada sekedar comparative advantages seperti selama ini.

Diawali dengan menguraikan prinsip-prinsip dasar ilmu ekonomi (makro, mikro) dalam konteks daerah. Kebijakan dan program pengembangan ekonomi, yang mengarahkan bagaimana mengembangkan multiplier effect dari basis ekonominya.
Evolusi dari kebijakan Pemda di berbagai negara dirngkas menjadi tiga kategori:
Menarik perusahaan dari daerah lain;
Mempertahankan dan memperluas perusahaan yang ada
Mendorong pendirian perusahaan baru.
Sedangkan untuk menjelaskan metode pengembangan ekonomi daerah Sussongko mengidentifikasi setidaknya ada sebelas (a to k) kategori kiat yang diterapkan di berbagai negara.

Salah satu kasus menarik yang dicontohkan dalam menanagni masalah perburuhan, dikaitkan dengan tujuan: "mempertahankan dan memperluas kegiatan ekonomi yang ada." Seperti kita ketahui masalah buruh ini dilematis. Di satu sisi pemda perlu "mengundang dan mempertahankan investasi", di pihak lain ada tuntutan perbaikan "kesejahteraan buruh", yang di negara kita dsederhanakan dengan menaikkan UMR.
Ketentuan naiknya UMR itu seperti "mengadu-domba" pengusaha yang sedang kesulitan karena kondisi ekonomi melemah, dengan buruh yang biaya hidupnya meningkat karena inflasi (naiknya harga BBM). Kebijakan gampangan ini seperti "mengadu domba" sopir bus kota yang dikejar setoran, dengan siswa yang diberi discount separuh harga.

Kiat yang dicontohkan adalah yang dilakukan Gubernur Texas, 1993, kepada GM yang berencana menutup pabriknya di Ypsilanti dan Arlington, TX, yang berisiko 21.000 orang kehilangan pekerjaan belum termasuk multipliernya. Paket konsesi yang diberikan begitu meyakinkan, sekaligus memperbaiki hubungan perusahaan dengan buruh yang lebih kondusif (hlm 55). Di beberapa negara memberikan keringanan pajak, agar dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan atau meningkatkan keterampilan buruh sehingga gaji naik karena kompetensinya meningkat (hlm 59).
Contoh kerjasama dengan LSM untuk mengatasi masalah perburuhan ini juga ditunjukkan dengan contoh inisiatif Quest (jaringan 60 organisasi swadaya, swasta, pendidikan) yang melatih untuk peningkatan kompetensi karyawan sehingga mereka memperoleh pendapatan lebih baik (hlm 101).

Pada intinya masalah perburuhan bukan sekedar UMR. Sektor swasta tak bisa hanya ditodong untuk menaikkan UMR, apalagi saat kondisi sulit, tanpa dukungan kebijakan lain, misalnya dalam peningkatan keterampilan, pengadaan rumah pemondokan murah, yang merupakan pengeluaran buruh yang cukup besar.
Pemda yang berjiwa bisnis tentunya tidak membebani atau memungut "retribusi" di segala bidang, lalu menaikkan UMR. Karena lucu klau gembar-gembor mengundang investor dari luar (FDI), tapi yang sudah ada tidak dipelihara. Seperti "mengharap burung di awan, merpati di tangan dilepaskan."
Tentu saja bukan hanya kiat perburuhan yang dibahas di buku ini, dan bukan hanya dari negara maju. Metode, kiat-kiat, siasat dan good-practices yang pernah dilakukan oleh berbagai daerah di beberapa negara (Filipina, India, Kenya, Columbia, dst) juga ditampilkan untuk jadi inspirasi. Inilah nampaknya kekuatan buku ini yaitu variasi contoh-contoh inovasi yang dilaksanakan oleh banyak daerah.

Barangkali kalau disebut kekurangannya adalah hampir tidak adanya contoh good-practices yang dilakukan oleh beberapa (kepala) daerah di nusantara, seperti Gubernur Gorontalo, Gubernur DIY, Walikota Tarakan, dst. Dan daerah-daerah yang peringkatnya tertinggi dalam mengembangkan daya-saing versi KPPOD.

Saya kira ini Buku ini juga mengingatkan para perencana agar tidak hanya terpaku pada masalah perencanaan tata ruang, tetapi sisi pelaksanaan pembangunan daerah dalam kondisi sumber daya terbatas nampaknya juga perlu menjadi agenda utama. Banyak RPJMD yang masih utopis dalam visi, misi nya, karena tanpa dilengkapi dengan antisipasi sumber daya yang dipunyai atau akan dikembangkan (Risfan Munir).

No comments: