Wednesday, June 21, 2006

Koto Gadang

Koto Gadang adalah heritage, kota kecil yang konon dibangun sekitar tahun 1920an, setelah ada gempa yang menghancurkan rumah-rumah penduduk. Dicanangkan sebagai heritage karena warisan arsitekturnya menjadi monumen bangunan dan kota yang khas. Dia tidak tahu gaya apa, tetapi kalau dilihat merupakan perpaduan arsitektur kolonial dan bentuk atap, panggung rumah tradisional Minangkabau.
Kalau kita datang melalui Ngarai Sianok, melalui jalan terjal berkelok-kelok akan kian terasa suasana perdesaan lama Minangkabau.
Melihat banyaknya bangunan bata seperti di atas, mengesankan bahwa pada masa itu Koto Gadang memang dihuni oleh orang mampu. Hal ini diperkuat oleh kenyataan di sekitarnya persawahan yang subur.Menurut sopir yang berinisiatif sebagai penunjuk jalan, Emil Salim masa kecilnya sempat tinggal di situ.
Melihat masjid Koto Gadang, sy jadi teringat cover majalah Islam Panji Masyarakat pada tahun 1960annya, yang menampilkan foto masjid-masjid di seantero Sumatera Barat. Tentu saja karena pemiliknya adalah buya Hamka.
Ya, menyebut nama-nama intelektual asal Sumbar seperti Emil Salim, Hamka, St Syahrir, KH Agus Salim, Syafrudin Prawiranegara, M Hatta, dst., dia jadi bertanya bagaimana tradisi intelektual yang tinggi itu bisa tumbuh subur di Sumbar. Tetapi sekaligus juga muncul pertanyaan, mengapa kemudian mereka, atau sebaliknya apakah itu karena mereka kemudian, meninggalkan daerahnya.
ZS menjelaskan bahwa lahirnya banyak intelektual terkemuka itu karena tradisi keilmuan, diawali dengan ilmu agama telah berakar lama. Membaca dan membahas ilmu menjadi kebiasaan. Menuntut ilmu menjadi prioritas setiap orang, dan mereka mendorong putra-putrinya untuk sekolah setinggi-tingginya.
Ini mengingatkan dia pada Iskandar Alisyahbana yang meyakini: kuasai ilmu terkini - terapkan, innovasi - bisniskan sehingga menyejahterakan - kuasai ilmu lebih tinggi, dst.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana tradisi meningkatkan kualitas hidup melalui penguasaan & inovasi Iptek ini bisa dihidupkan sebagai tradisi masyarakat. Untuk melawan tradisi "short-cut" yang hanya menciptakan rent-seekers alias calo.***

No comments: