Rekan Aunur Rofiq menyarankan agar melihat juga aspek kelembagaan. Terima kasih atas masukannya. Memang betul aspek "kelembagaan" dalam pembangunan adalah hal yang mendasar.
Dulu anggapan yang dominan adalah seolah kata "pembangunan" itu milik pemerintah semata. Tapi belakangan kian berkembang kesadaran kerjasama dengan "swasta". Pembangunan banyak diarahkan untuk memfasilitasi peran swasta.
Yang masih terbatas pengakuannya adalah peran "masyarakat" . Padahal kalau melihat pelayanan pendidikan, kesehatan, sangat banyak sekolah dan rumah sakit, poliklinik yang dibangun oleh organisasi masyarakat seperti yang berafiliasi keagamaan. Begitu pula dalam pengelolaan sumber daya, banyak oraganisasi kelompok petani, nelayan, buruh. Mereka tidak hanya peduli eksploitasi, tapi juga pelestariannya. Namun dalam proses kebijakan publik kok belum dilibatkan secara proporsional.
Sederhananya, kalau kita pakai "mata burung elang" (bukan iklan partai lho) dari atas sebuah kota besar, melihat bangunan yang ada. Berapa persen sih yang dibangun pemerintah, berapa swasta, berapa yang swadaya masyarakat?
Namun demikian, masing-masing individu/pihak tetap akan punya keyakinan untuk bias ke pemerintah, swasta, swadaya masyarakat, atau hibrida di antaranya. Untuk itu selalu perlu dilakukan mapping pandangan, analisis stakeholders yang memetakan paham, kepentingan, peran dan potensi masing-masing aktor yang terlibat dan terkena dampak dari kebijakan yang sedang disusun dan diputuskan. Ini berlaku untuk kebijakan kelautan & perikanan, maupun penataan ruang, pemberdayaan KUKM, dan kebijakan publik lainnya. [Risfan Munir]
Sunday, February 15, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment