Tak kenal maka tak peduli. Mungkin ungkapan itu tepat untuk otokritik urusan penataan ruang. Bagaimana masyarakat, antar lembaga pemerintah, apalagi dunia usaha peduli dan berpartisipasi kalau mereka tak kenal "penataan ruang" itu apa.
Masyarakat akan bertanya "Apa Manfaatnya BAgiKu?" (AMBAK). Hal yang perl disadari oleh para pengampu tata ruang, bahwa istilah "tata ruang" terdengan teknis, urusan ahlinya. Seperti halnya, teknik sipil, kedokteran.
Masyarakat lebih familier dengan "kebutuhan" hdupnya, seperti urusan pendidikan, kesehatan, kebersihan, sembako, lapangan kerja (ekonomi), lingkungan hidup.
Oleh karena itu, untuk membuat penataan ruang lebih difahami, menjadi "kebutuhan" yang diperjuangkan, bahwa ruang (publik) adalah hak warga, mereka harus dikenalkan dengan apa itu "penataan ruang".
Otokritik disini, para ahli (perencanaan) tata ruang masih banyak yang "angkuh" seolah menyimpan rahasia ilmunya. Di sisi lain pejabat atau birokrat juga masih "arogan" mengandalkan "peraturan/ perundangan" untuk memaksakan implemantasi tata ruang. Yang dipusat berasumsi undang-udang, peraturan pemerintah dan sanksinya cukup untuk "mengancam" daerah atau instansi lain. Sementara yang di daerah berasumsi, cukuplah implementasi penataan ruang mengandalkan polisi pamong praja dan aparat ketertiban lainnya.
Dalam era demokrasi dan informasi saat ini "keangkuhan" itu sudah jadul (jaman dulu). Sudah saatnya memahami ungkapan "tak kenal maka tak peduli." Komunikasikan apa itu penataan ruang? Apa manfaatnya bagiku (AMBAK)?
[Risfan Munir, Semanggi Jkt]
Friday, June 12, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment