Sebagai planner saya merasa bersyukur bisa memandang lingkungan sekitar secara (menurut saya) komprehensif. Dengan memposisikan diri seolah (seringkali secara harfiah) di belakang dashboard melakukan pengamatan cepat terhadap suatu kota/daerah untuk bisa menganalisis cepat, sehingga dengan asumsi tertentu bisa memberi beberapa arah atau saran (hipotetis) kepada Pemda tentang arah pengembangan ekonomi dan tata ruang. Tentu saja nantinya perlu ditindak lanjuti dengan analisis lengkap.
Tapi pandangan awal itu terbukti penting, karena situasi saat ini banyak Bappeda atau dinas terkait yang dijejali berbagai bentuk dan prosedur perencanaan, yang menurut saya lebih berorientasi pada proses formalistis, mengisi kolom, menghitung bobot, mendebatkan visi dulu atau misi dulu, awalan me atau di atau ter, , dst, dst. Ada rencana daerah, rencana tata ruang, ada rencana bupati/walikota terpilih, Belum lagi dominasi orang-orang keuangan daerah (dampak UU17) yang sering memberlakukan "ukuran kinerja" secara klerikal. Membuat proses merencana kehilangan sentuhan pada substansi, visi daerah yang sebenarnya.
Sebetulnya teman-teman di daerah punya visi, tahu masalah, punya motivasi berinovasi. Ini tentang rekan perencana dan birokrat tekun ya, (bukan aktor di koran), tapi menjadi sulit menyampaikan pikiran praktisnya karena panduan rencana yang berlaku selalu ganti "format dan istilah" terus.
Sehingga perlu dibawa kepada common sense, diajak melihat daerah secara sederhana. Misalnya melihat pola kawasan terbangun (stadia perkembangan), komposisi land-use, kondisi kawasan non budi-daya, mata pencarian utama, kondisi panen atau pemasaran produk, plus situasi lingkungan hidupnya. Dengan pengamatan cepat ini teman-teman di daerah bisa diajak merumuskan isyu strategis daerah, potensi dan peluang, sehingga fasilitasi visi dan misi daerah bisa lebih hidup.
Apakah itu terlalu sederhana? Tidak juga. Saya masih ingat, Prof Dr Sudradjat Djiwandono, mantan gubernur BI itu dulu kalau menulis prediksi ekonomi (bertahun-tahun) selalu diawali dengan situasi iklim, prakiraan hasil panen, lalu situasi pasar dunia, kemudian baru sebagai dampak panen dan permintaan itu berbagai analisis dan skenario diperkirakan. (Risfan Munir)
Wednesday, March 07, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment