Konflik pertanahan perkebunan di tanah air, khususnya terkait pengembangan kebun sawit yang terjadi belakangan ini, sebetulnya terkait orientasi pengembangan agro-industri yang masih mengandalkan ekspansi luas kebun.
Sudah waktunya lebih serius mengembangkan industri hilir sawit yang beraneka. Pengusaha masih tergiur untuk ekspor CPO semata, apalagi disaat harga pasaran dunia tinggi. Pada saat harga merosot seperti saat ini, baru terasa bahwa ketergantungan pada ekspor ada batasnya.
Seharusnya momentum saat ini dipakai untuk mengevaluasi. Industri hilir sawit yang beragam itu tepat untuk menciptakan lapangan kerja yang luas.
Saat ini yang berkembang baru industri minyak goreng. Belakangan untuk bio-energi juga mulai dikembangkan, tapi masih bersifat coba-coba. Yang lain masih terbuka peluang pasarnya sesungguhnya. Peluang pasar domestik masih sangat luas.
Pada tahun 2007 produksi CPO mencapai 17,2 juta ton, diperkirakan menjadi 18,8 juta ton pada 2008. Sementara pasar domestik hanya menyerap 4,5-5 juta ton CPO per tahun. Sebagian masih untuk minyak goreng.
Bagaimana mendorong dan memfasilitasi industri di daerah, melibatkan perguruan tinggi, lembaga penelitian untuk berinovasi mengembangkan industri hilir tersebut. Perlu model Fadel Muhammad yang gigih mengembangkan agro industri berbasis jagung, untuk daerah penghasil sawit.
[Risfan Munir, Local Economic Development Planner]
Wednesday, December 31, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment